Berhentilah Menjadi Gelas

Tuesday, August 18, 2009

" Kenapa kau selalu murung, Nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah kesyukuranmu? ", tanya Sang Guru.

" Guru, kebelakangan ini hidup saya diselubungi berbagai masalah. Masalah datang seperti tiada penghujungnya ", jawab seorang anak muda.

" Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawa kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu ", arah Sang Guru sambil menghadiahkan seukir senyuman buatnya.

Si anak muda pun berlalu pergi bagi memenuhi permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang dipinta.

" Nak, masukkan segenggam garam itu ke dalam gelas yang berisi air. Setelah itu, minumlah airnya sedikit ", kata Sang Guru.

" Uwekk. Masinnya ! ", wajahnya kini merengis menahan rasa masin air garam itu.

Sang Guru tersenyum kecil memerhatikan gelagat anak muda itu.

" Sabar Nak. Sekarang tebarkan garam yang masih berbaki itu ke dalam sungai pula, dan cuba minum airnya ", arah Sang Guru sambil mencari batu untuk didudukinya.

Si anak muda itu pun menangkupkan kedua tangannya, mengambil air sungai, lalu meneguknya.

" Bagaimana rasanya? ", soal Sang Guru.

" Alhamdulillah, segar. Segar sekali. Tiada rasa masin sedikitpun ", kata si anak muda itu bersungguh-sungguh.

" Nak, Itulah hakikat sebuah kehidupan. Segala masalah dalam hidup ini hanyalah seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam ", si anak muda itu terdiam mendengarkannya.

" Tetapi Nak, rasa 'masin' dari penderitaan yang kau alami itu, sangat bergantung kepada besarnya hati yang menampungnya. Jadi, supaya tidak merasa menderita, berhentilah menjadi gelas. Jadikanlah hatimu sebesar sungai itu. Nescaya kau akan sentiasa tenang ", sambung Sang Guru sebelum berlalu pergi.

Jadikanlah hatimu sebesar sungai itu. Nescaya kau akan sentiasa tenang !

You Might Also Like

0 komen

Instagram

Instagram